Bukan Super Dad
Alarm jam Androidku kembali membangunkanku.
Kali ini lebih cepat dari biasanya, tapi masih dalam kategori
telat.
Di pagi buta yang seharusnya adalah waktu tepat dimana seorang
Hamba lebih khusyuk lagi dalam menyanjung Tuhan.
Tapi tidak untukku,
Bahkan pagi sejuk menjadi awal hari untuk
mendurhakakan diriku.
Aku tidak suka dengan telingaku yang selalu peka mendengar
segala hal yang tidak manusiawi.
Bahkan di pagi ini.
Membuatku harus beristighfar berkali-kali.
Kali ini jiwaku meronta dan memaki dia yang sampai detik ini
tidak mampu membuatku lebih sayang kepadanya.
Maafkan aku Tuhan.
Terlalu banyak getir yang membuat jiwaku tidak manusiawi seperti
ini.
Bahkan di usiaku yang sudah jenjang,
Aku belum bisa memberi sabar kepada jiwaku sendiri.
Benang-benang dikepalaku begitu kusut.
Ditambah lagi karena aku belum bisa menjadi orang yang berguna
bagi hidupku sendiri.
Saat ini semesta sedang menyudutkanku.
Memanah begitu banyak getir, hingga meluluh lantahkan jiwaku.
Sangat egois rasanya dengan pemikiran yang begitu kalut.
Tentang Aku dan Ayahku yang begitu tak ku sukai.
Maafkan aku Ayah.
Tapi itulah respon jiwaku hingga detik ini.
Berkali-kali aku mencoba sayang tapi ada-ada saja perlakuan yang
tidak kuingini.
Dan usahaku untuk sayang drop lagi.
Drop ku bertambah saat ibuku sering tersakiti, olehmu.
Ibuku yang tegar, tapi aku tidak terima semua itu.
Mungkin akulah anak yang paling durhaka di bumi ini.
Aku belum bisa mengindahkan segala macam kata bijak yang begitu
menyanjungmu.
Terlalu banyak pedih yang tercipta dalam jiwaku.
Maafkan aku Tuhan, Maafkan aku Ayah.
Aku belum bisa memberikanmu penghargaan sebagai seorang Super
Dad.
Begitu berat rasanya.
Tak sedikit waktu membuatku ambruk tak berdaya.
Bahkan butiran tangis selalu jadi pendukung disegala bentuk
sedihku.
Tapi ku yakin,
Banyak yang lebih berat dari ini.
Satu hal yang ku syukuri dan menjadi penenang,
Tuhan sengaja mendramatisir kisahku,
Agar aku bisa lebih banyak belajar tentang dunia.
Semoga segera membaik, begitupun semesta.
“Angin tidak berhembus untuk
menggoyangkan pepohonan,
melainkan untuk menguji akarnya”
(Ali Bin Abi Thalib)